Friday, 9 May 2014

Suku sunda


Jumlah populasi
Setidaknya 36.701.670 jiwa[1] di
Indonesia
Kawasan dengan populasi yang
signifikan
Jawa
Jawa Barat
31.743.517
Banten
2.411.937
DKI Jakarta
1.555.646
Jawa Tengah
339.997
Jawa Timur
41.224
Sumatera
Lampung
675.270
Sumatera Selatan
182.535
Riau
93.598
Kalimantan
Kalimantan Barat
53.191
Sulawesi
Sulawesi Tenggara
25.228
Papua
Papua
28.597
Bahasa
Bahasa Sunda, Bahasa Betawi dan
Bahasa Indonesia .
Agama
Mayoritas Islam, namun ada sedikit
yang beragama Sunda Wiwitan,
Hindu dan Kristen
Kelompok etnik terdekat
Suku Jawa, Suku Banten , Suku
Cirebon, Suku Baduy dan Suku
Betawi .
Wanita Sunda pemetik teh di masa
Hindia Belanda
Suku Sunda adalah kelompok etnis
yang berasal dari bagian barat pulau
Jawa, Indonesia , dengan istilah Tatar
Pasundan yang mencakup wilayah
administrasi provinsi Jawa Barat ,
Banten , Jakarta, Lampung dan
wilayah barat Jawa Tengah
(Banyumasan ). Suku Sunda
merupakan etnis kedua terbesar di
Indonesia. Sekurang-kurangnya
15,2% penduduk Indonesia
merupakan orang Sunda. Jika Suku
Banten dikategorikan sebagai sub
suku Sunda maka 17,8% penduduk
Indonesia merupakan orang Sunda.
Mayoritas orang Sunda beragama
Islam, akan tetapi ada juga sebagian
kecil yang beragama kristen, Hindu ,
dan Sunda Wiwitan /Jati Sunda.
Agama Sunda Wiwitan masih
bertahan di beberapa komunitas
pedesaan suku Sunda, seperti di
Kuningan dan masyarakat suku
Baduy di Lebak Banten yang
berkerabat dekat dan dapat
dikategorikan sebagai suku Sunda.
Jati diri yang mempersatukan orang
Sunda adalah bahasanya dan
budayanya. Orang Sunda dikenal
memiliki sifat optimistis, ramah,
sopan, dan riang. [2] Orang Portugis
mencatat dalam Suma Oriental
bahwa orang sunda bersifat jujur
dan pemberani. Orang sunda juga
adalah yang pertama kali melakukan
hubungan diplomatik secara sejajar
dengan bangsa lain. Sang Hyang
Surawisesa atau Raja Samian adalah
raja pertama di Nusantara yang
melakukan hubungan diplomatik
dengan Bangsa lain pada abad ke 15
dengan orang Portugis di Malaka .
Hasil dari diplomasinya dituangkan
dalam Prasasti Perjanjian Sunda-
Portugal . Beberapa tokoh Sunda juga
menjabat Menteri dan pernah
menjadi wakil Presiden pada kabinet
RI.
Disamping prestasi dalam bidang
politik (khususnya pada awal masa
kemerdekaan Indonesia) dan
ekonomi, prestasi yang cukup
membanggakan adalah pada bidang
budaya yaitu banyaknya penyanyi,
musisi, aktor dan aktris dari etnis
Sunda, yang memiliki prestasi di
tingkat nasional, maupun
internasional. [3]
Etimologi
Menurut Rouffaer (1905: 16)
menyatakan bahwa kata Sunda
berasal dari akar kata sund atau kata
suddha dalam bahasa Sansekerta
yang mempunyai pengertian
bersinar, terang, berkilau, putih
(Williams, 1872: 1128, Eringa, 1949:
289). Dalam bahasa Jawa Kuno
(Kawi) dan bahasa Bali pun terdapat
kata Sunda, dengan pengertian:
bersih, suci, murni, tak tercela/
bernoda, air, tumpukan, pangkat,
waspada (Anandakusuma, 1986:
185-186; Mardiwarsito, 1990:
569-570; Winter, 1928: 219). Orang
Sunda meyakini bahwa memiliki etos
atau karakter Kasundaan, sebagai
jalan menuju keutamaan hidup.
Karakter Sunda yang dimaksud
adalah cageur (sehat), bageur (baik),
bener (benar), singer (mawas diri),
dan pinter (cerdas). Karakter ini
telah dijalankan oleh masyarakat
yang bermukim di Jawa bagian barat
sejak zaman kerajaan Kerajaan
Salakanagara, Kerajaan
Tarumanagara , Kerajaan Sunda-
Galuh, Kerajaan Pajajaran hingga
sekarang.
Nama Sunda mulai digunakan oleh
raja Purnawarman pada tahun 397
untuk menyebut ibukota Kerajaan
Tarumanagara yang didirikannya.
Untuk mengembalikan pamor
Tarumanagara yang semakin
menurun, pada tahun 670,
Tarusbawa, penguasa Tarumanagara
yang ke-13, mengganti nama
Tarumanagara menjadi Kerajaan
Sunda. Kemudian peristiwa ini
dijadikan alasan oleh Kerajaan Galuh
untuk memisahkan negaranya dari
kekuasaan Tarusbawa. Dalam posisi
lemah dan ingin menghindarkan
perang saudara, Tarusbawa
menerima tuntutan raja Galuh.
Akhirnya kawasan Tarumanagara
dipecah menjadi dua kerajaan, yaitu
Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh
dengan Sungai Citarum sebagai
batasnya.
Peta linguistik Jawa Barat
Pandangan Hidup
Selain agama yang dijadikan
pandangan hidup, orang Sunda juga
mempunyai pandangan hidup yang
diwariskan oleh nenek moyangnya.
Pandangan hidup tersebut tidak
bertentangan dengan agama yang
dianutnya karena secara tersurat
dan tersirat dikandung juga dalam
ajaran agamanya, khususnya ajaran
agama Islam. Pandangan hidup
orang Sunda yang diwariskan dari
nenek moyangnya dapat diamati
pada ungkapan tradisional, juga dari
naskah kuno. [4]
Hubungan antara sesama manusia
Hubungan antara manusia dengan
sesama manusia dalam masyarakat
Sunda pada dasarnya harus
dilandasi oleh sikap “silih asih, silih
asah, dan silih asuh” , artinya harus
saling mengasihi, saling mengasah
atau mengajari, dan saling
mengasuh sehingga tercipta suasana
kehidupan masyarakat yang diwarnai
keakraban, kerukunan, kedamaian,
ketentraman, dan kekeluargaan,
seperti tampak pada ungkapan-
ungkapan berikut ini:
Kawas gula eujeung peueut yang
artinya hidup harus rukun saling
menyayangi, tidak pernah
berselisih.
Mulah marebutkeun balung
tanpa eusi yang artinya jangan
memperebutkan perkara yang
tidak ada gunanya.
Mulah ngaliarkeun taleus ateul
yang artinya jangan menyebarkan
perkara yang dapat menimbulkan
keburukan atau keresahan.
Mulah nyolok panon buncelik
yang artinya jangan berbuat
sesuatu di hadapan orang lain
dengan maksud mempermalukan.
Buruk-buruk papan jati yang
artinya berapapun besar
kesalahan saudara atau sahabat,
mereka tetap saudara kita, orang
tua tentu dapat mengampuninya.
Hubungan antara manusia dengan
negara dan bangsanya
Hubungan antara manusia dengan
negara dan bangsanya, menurut
pandangan hidup orang Sunda,
hendaknya didasari oleh sikap yang
menjunjung tinggi hukum, membela
negara, dan menyuarakan hati
nurani rakyat. Pada dasarnya, tujuan
hukum yang berupa hasrat untuk
mengembalikan rasa keadilan, yang
bersifat menjaga keadaan, dan
menjaga solidaritas sosial dalam
masyarakat. Masalah ini dalam
masyarakat Sunda terpancar dalam
ungkapan-ungkapan:
Kudu nyanghulu ka hukum,
nunjang ka nagara, mupakat ka
balareya (harus menjunjung
tinggi hukum, berpijak kepada
ketentuan negara, dan
bermupakat kepada kehendak
rakyat.
Bengkung ngariung bongkok
ngaronyok (bersama-sama dalam
suka dan duka).
Nyuhunkeun bobot pangayon
timbang taraju (memohon
pertimbangan dan kebijaksanaan
yang seadil-adilnya, memohon
ampun)
Bahasa
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Bahasa Sunda
Dalam percakapan sehari-hari, etnis
Sunda banyak menggunakan bahasa
Sunda. Namun kini telah banyak
masyarakat Sunda terutama yang
tinggal di perkotaan tidak lagi
menggunakan bahasa Sunda dalam
bertutur kata. [5] Seperti yang terjadi
di pusat-pusat keramaian kota
Bandung , Bogor, dan Tangerang ,
dimana banyak masyarakat yang
tidak lagi menggunakan bahasa
Sunda.
Ada beberapa dialek dalam bahasa
Sunda, mulai dari dialek Sunda-
Banten, hingga dialek Sunda-Jawa
Tengahan yang mulai tercampur
bahasa Jawa. Para pakar bahasa
biasanya membedakan enam dialek
berbeda. Dialek-dialek ini adalah:
Dialek Barat ( Bahasa Sunda
Banten )
Dialek Utara
Dialek Selatan (Priangan)
Dialek Tengah Timur
Dialek Timur Laut ( Bahasa Sunda
Cirebon)
Dialek Tenggara
Dialek Barat dipertuturkan di daerah
Banten dan Lampung. Dialek Utara
mencakup daerah Sunda utara
termasuk kota Bogor dan beberapa
daerah Pantura. Lalu dialek Selatan
adalah dialek Priangan yang
mencakup kota Bandung dan
sekitarnya. Sementara itu dialek
Tengah Timur adalah dialek di
Kabupaten Majalengka dan
Indramayu. Dialek Timur Laut adalah
dialek di sekitar Cirebon dan
Kuningan, juga di beberapa
kecamatan di Kabupaten Brebes dan
Tegal, Jawa Tengah. Dan akhirnya
dialek Tenggara adalah dialek sekitar
Ciamis, juga di beberapa kecamatan
di Kabupaten Cilacap dan Banyumas,
Jawa Tengah.
Kesenian
Seni tari
Seni tari utama dalam Suku Sunda
adalah tari jaipongan, tari merak,
dan tari topeng.
Tanah Sunda (Pasundan) dikenal
memiliki aneka budaya yang unik
dan menarik, Jaipongan adalah salah
satu seni budaya yang terkenal dari
daerah ini. Jaipongan atau Tari
Jaipong sebetulnya merupakan tarian
yang sudah moderen karena
merupakan modifikasi atau
pengembangan dari tari tradisional
khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari
Jaipong ini dibawakan dengan
iringan musik yang khas pula, yaitu
degung. Musik ini merupakan
kumpulan beragam alat musik
seperti gendang , gong, saron, kacapi,
dsb. Degung bisa diibaratkan
'Orkestra' dalam musik Eropa/
Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong
ini adalah musiknya yang
menghentak, dimana alat musik
kendang terdengar paling menonjol
selama mengiringi tarian. Tarian ini
biasanya dibawakan oleh seorang,
berpasangan atau berkelompok.
Sebagai tarian yang menarik, Jaipong
sering dipentaskan pada acara-acara
hiburan, selamatan atau pesta
pernikahan.
Wayang Golek
Tanah Sunda terkenal dengan
kesenian Wayang Golek-nya. Wayang
Golek adalah pementasan sandiwara
boneka yang terbuat dari kayu dan
dimainkan oleh seorang sutradara
merangkap pengisi suara yang
disebut Dalang. Seorang Dalang
memiliki keahlian dalam menirukan
berbagai suara manusia. Seperti
halnya Jaipong, pementasan Wayang
Golek diiringi musik Degung lengkap
dengan Sindennya. Wayang Golek
biasanya dipentaskan pada acara
hiburan, pesta pernikahan atau
acara lainnya. Waktu pementasannya
pun unik, yaitu pada malam hari
(biasanya semalam suntuk) dimulai
sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga
pukul 04.00 pagi. Cerita yang
dibawakan berkisar pada pergulatan
antara kebaikan dan kejahatan
(tokoh baik melawan tokoh jahat).
Cerita wayang yang populer saat ini
banyak diilhami oleh budaya Hindu
dari India, seperti Ramayana atau
Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh
dalam cerita mengambil nama-nama
dari tanah India. Dalam Wayang
Golek, ada ‘tokoh’ yang sangat
dinantikan pementasannya yaitu
kelompok yang dinamakan
Purnakawan, seperti Cepot, Dawala,
dan Gareng. Tokoh-tokoh ini
digemari karena mereka merupakan
tokoh yang selalu memerankan peran
lucu (seperti pelawak) dan sering
memancing gelak tawa penonton.
Seorang Dalang yang pintar akan
memainkan tokoh tersebut dengan
variasi yang sangat menarik.
Seni musik
Selain seni tari, tanah Sunda juga
terkenal dengan seni suaranya.
Dalam memainkan Degung biasanya
ada seorang penyanyi yang
membawakan lagu-lagu Sunda
dengan nada dan alunan yang khas.
Penyanyi ini biasanya seorang
wanita yang dinamakan Sinden.
Tidak sembarangan orang dapat
menyanyikan lagu yang dibawakan
Sinden karena nada dan ritme-nya
cukup sulit untuk ditiru dan
dipelajari.Dibawah ini salah salah
satu musik/lagu daerah Sunda :
Bubuy Bulan Es Lilin Manuk Dadali
Tokecang Warung Pojok
1. Calung
Calung adalah alat musik Sunda
yang merupakan prototipe dari
angklung. Berbeda dengan angklung
yang dimainkan dengan cara
digoyangkan, cara menabuh calung
adalah dengan mepukul batang
(wilahan, bilah) dari ruas-ruas
(tabung bambu) yang tersusun
menurut titi laras (tangga nada)
pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis
bambu untuk pembuatan calung
kebanyakan dari awi wulung (bambu
hitam), namun ada pula yang dibuat
dari awi temen (bambu yang
berwarna putih).
2. Angklung
Angklung adalah sebuah alat atau
waditra kesenian yang terbuat dari
bambu khusus yang ditemukan oleh
Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun
1938. Ketika awal penggunaannya
angklung masih sebatas kepentingan
kesenian lokal.
Rumah Adat
Rumah tradisional Sunda suhunan
Julang Ngapak di Papandak, Garut
Secara tradisional rumah orang
Sunda berbentuk panggung dengan
ketinggian 0,5 m - 0,8 m atau 1
meter di atas permukaan tanah.
Pada rumah-rumah yang sudah tua
usianya, tinggi kolong ada yang
mencapai 1,8 meter. Kolong ini
sendiri umumnya digunakan untuk
tempat mengikat binatang-binatang
peliharaan seperti sapi, kuda, atau
untuk menyimpan alat-alat pertanian
seperti cangkul, bajak, garu dan
sebagainya. Untuk naik ke rumah
disediakan tangga yang disebut
Golodog yang terbuat dari kayu atau
bambu, yang biasanya terdiri tidak
lebih dari tiga anak tangga. Golodog
berfungsi juga untuk membersihkan
kaki sebelum naik ke dalam rumah.
Rumah adat Sunda sebenarnya
memiliki nama yang berbeda-beda
bergantung pada bentuk atap dan
pintu rumahnya. Secara tradisional
ada atap yang bernama suhunan
Jolopong, Tagong Anjing, Badak
Heuay, Perahu Kemureb, Jubleg
Nangkub, Capit Gunting, dan Buka
Pongpok. Dari kesemuanya itu,
Jolopong adalah bentuk yang paling
sederhana dan banyak dijumpai di
daerah-daerah cagar budaya atau di
desa-desa.
Jolopong memiliki dua bidang atap
yang dipisahkan oleh jalur suhunan
di tengah bangunan rumah. Batang
suhunan sama panjangnya dan
sejajar dengan kedua sisi bawah
bidang atap yang sebelah
menyebelah, sedangkan lainnya
lebih pendek dibanding dengan
suhunan dan memotong tegak lurus
di kedua ujung suhunan itu.
Interior yang dimiliki Jolopong pun
sangat efisien. Ruang Jolopong
terdiri atas ruang depan yang
disebut emper atau tepas; ruangan
tengah disebut tengah imah atau
patengahan; ruangan samping
disebut pangkeng (kamar); dan
ruangan belakang yang terdiri atas
dapur yang disebut pawon dan
tempat menyimpan beras yang
disebut padaringan. Ruangan yang
disebut emper berfungsi untuk
menerima tamu. Dulu, ruangan ini
dibiarkan kosong tanpa perkakas
atau perabot rumah tangga seperti
meja, kursi, ataupun bale-bale
tempat duduk. Jika tamu datang
barulah yang empunya rumah
menggelarkan tikar untuk duduk
tamu. Seiring waktu, kini sudah
disediakan meja dan kursi bahkan
peralatan lainnya. Ruang
balandongan berfungsi untuk
menambah kesejukan bagi penghuni
rumah. Untuk ruang tidur,
digunakan Pangkeng. Ruangan
sejenis pangkeng ialah jobong atau
gudang yang digunakan untuk
menyimpan barang atau alat-alat
rumah tangga. Ruangan tengah
digunakan sebagai tempat
berkumpulnya keluarga dan sering
digunakan untuk melaksanakan
upacara atau selamatan dan ruang
belakang (dapur) digunakan untuk
memasak.
Ditilik dari segi filosofis, rumah
tradisional milik masyarakat Jawa
Barat ini memiliki pemahaman yang
sangat mengagumkan. Secara umum,
nama suhunan rumah adat orang
Sunda ditujukan untuk menghormati
alam sekelilingnya. Hampir di setiap
bangunan rumah adat Sunda sangat
jarang ditemukan paku besi maupun
alat bangunan modern lainnya.
Untuk penguat antar tiang
digunakan paseuk (dari bambu) atau
tali dari ijuk ataupun sabut kelapa,
sedangkan bagian atap sebagai
penutup rumah menggunakan ijuk,
daun kelapa, atau daun rumia,
karena rumah adat Sunda sangat
jarang menggunakan genting. Hal
menarik lainnya adalah mengenai
material yang digunakan oleh rumah
itu sendiri. Pemakaian material bilik
yang tipis dan lantai panggung dari
papan kayu atau palupuh tentu
tidak mungkin dipakai untuk tempat
perlindungan di komunitas dengan
peradaban barbar. Rumah untuk
komunitas orang Sunda bukan
sebagai benteng perlindungan dari
musuh manusia, tapi semata dari
alam berupa hujan, angin, terik
matahari dan binatang.
Sistem Kekerabatan
Akad nikah adat Sunda di depan
penghulu dan saksi.
Sistem keluarga dalam suku Sunda
bersifat bilateral, garis keturunan
ditarik dari pihak bapak dan ibu.
Dalam keluarga Sunda, bapak yang
bertindak sebagai kepala keluarga.
Ikatan kekeluargaan yang kuat dan
peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat
mewarnai seluruh sendi kehidupan
suku Sunda. Dalam suku Sunda
dikenal adanya pancakaki yaitu
sebagai istilah-istilah untuk
menunjukkan hubungan
kekerabatan. Dicontohkannya,
pertama, saudara yang berhubungan
langsung, ke bawah, dan vertikal.
Yaitu anak, euncu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau
janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur
atau gantungsiwur. Kedua, saudara
yang berhubungan tidak langsung
dan horizontal seperti anak paman,
bibi, atau uwak, anak saudara kakek
atau nenek, anak saudara piut.
Ketiga, saudara yang berhubungan
tidak langsung dan langsung serta
vertikal seperti keponakan anak
kakak, keponakan anak adik, dan
seterusnya. Dalam bahasa Sunda
dikenal pula kosa kata sajarah dan
sarsilah (salsilah, silsilah) yang
maknanya kurang lebih sama dengan
kosa kata sejarah dan silsilah dalam
bahasa Indonesia. Makna sajarah
adalah susun galur/garis keturunan.
Masakan Khas
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Masakan Sunda
Beberapa jenis makanan jajanan
tradisional Indonesia yang berasal
dari tanah sunda, seperti sayur
asem, sayur lodeh, pepes, lalaban,
dll.
Profesi
Mayoritas masyarakat Sunda
berprofesi sebagai petani, dan
berladang, ini disebabkan tanah
Sunda yang subur.[6] Sampai abad
ke-19, banyak dari masyarakat Sunda
yang berladang secara berpindah-
pindah.
Selain bertani, masyarakat Sunda
seringkali memilih untuk menjadi
pengusaha dan pedagang sebagai
mata pencariannya, meskipun
kebanyakan berupa wirausaha kecil-
kecilan yang sederhana, seperti
menjadi penjaja makanan keliling,
membuka warung atau rumah
makan, membuka toko barang
kelontong dan kebutuhan sehari-
hari, atau membuka usaha cukur
rambut, di daerah perkotaan ada
pula yang membuka usaha
percetakan, distro, cafe, rental mobil
dan jual beli kendaraan bekas.
Profesi pedagang keliling banyak
pula dilakoni oleh masyarakat Sunda,
terutama asal Tasikmalaya dan
Garut. Chairul Tanjung dan Eddy
Kusnadi Sariaatmadja merupakan
contoh-contoh pengusaha berdarah
Sunda yang berhasil. Chairul
Tanjung dan Eddy Kusnadi
Sariaatmadja bahkan masuk ke
dalam daftar 40 orang terkaya di
Indonesia yang dirilis majalah
Forbes pada tanggal 29 November
2012.
Profesi lainnya yang banyak dilakoni
oleh orang Sunda adalah sebagai
pegawai negeri, penyanyi, seniman,
dokter, diplomat dan pengusaha.

Sumber : wikipedia

No comments:

Post a Comment

baca juga

iklan